15 Desember 2009

Saya suka...tapi...

Saya suka melihat jari-jemari teman wanita saya.
Sangat cantik. Sungguh! Sampai saya takut untuk memegangnya.
Bukan takut jari-jemarinya patah, tapi takut nanti jari-jemari kami
tidak bisa saling bantu-membantu di suatu hari yang amat dahsyat
di hadapan Yang Maha Esa.

Saya suka melihat rambutnya.
Cantik betul sungguh! Sebab itu saya belikan dia Jilbab.
Bukannya cemburu saat orang lain melihatnya,
Tapi karena saya ingin rambutnya senantiasa ditutup tidak seperti dalam iklan itu 
takut nanti dibakar di api neraka, di suatu hari yang amat dahsyat
di hadapan Yang Maha Pencipta!

Saya suka melihat body teman wanita saya
solid betul. Sungguh! Sebab itu saya belikan dia gamis
supaya ketika datang waktunya menghadap kekasihnya Yang Utama
dia jaaaaaaauh lebih cantik dan berseri menghadap-Nya.
Saya pun bisa dapat pahala darinya

Saya sedih bila melihat teman wanita saya
tidak tidur & tidak makan sebab rindu dengan saya.
Saya pun punya perasaan yang sama.
Dia bertanya, 'Apa obatnya, bang?'
Saya pun memberikan dia al-Quran sebagai penenang jiwa
semoga dia mencintai-Nya lebih daripada mencintai saya.

Saya sedih melihat dia selalu pesan macam-macam;
"Makan, minum, jaga diri, bawa kendaraan hati-hati
nanti kamu sakit saya juga yang susah…bla bla bla bla."
Tapi saat menonton wayang sama-sama, saat waktu shalat Ashar dan Maghrib
dia tidak berkata apa pun.
Aduuuuh berdosanya saya!

Saya memang sangat sayang kepada dia.
Saya ingin berjumpa dia, bersama dia, cinta secinta-cintanya.
Cinta yang abadi di dunia dan berkasih sayang di akhirat, bertemu di Surga
Karena di sanalah tempat yang kekal selama-lamanya.
Doakan kami untuk saling ingat-mengingati, insaf-menginsafi.

Ya Allah, ampunkanlah kami
semoga kami dapat kekal bersama selama-lamanya, di syurga nanti.
Amin

(from my brother "Fulan" in malaysia with free translate)

04 Desember 2009

Sayang ... Kau Tidak Cantik Lagi! (Surat Untuk Kekasih)

     Kekasihku ... episode Bukan Di Negeri Dongeng nampaknya sudah berakhir. Bahkan cepat sekali berakhir. Keindahanmu memudar padahal kau masih muda, enerjik, dan penuh vitalitas.  Sebenarnya aku masih banyak berharap padamu sebagaimana hari-hari yang lalu. Hari-hari kau masih begitu indahnya;  gadis cantik penuh pesona.  Banyak pemuda lain tergila-gila padamu pada hari-hari kau disebut sebagai  spirit baru bagi umat manusia.

    Hari-hari indah telah kita lalui bersama, aku pun sangat menikmati dan bangga  ada disampingmu.  Karena kau benar-benar lain dan layak untuk dibanggakan, sampai banyak sekali para pemuda yang siap menjadi pembelamu di depan. Banyak  ahli kecantikkan  mencari-cari rahasia keelokkanmu. Tidak sedikit penulis mencatatmu sebagai fenomena baru di negeri ini. Tak ketinggalan, kuli tinta pun memujimu; cantik, cerdas, dan generasi masa depan, satu lagi, shalihah! Namamu menjadi garansi semua harapan. Nyaris sempurna.  Memang, ada pula yang iri hati padamu. Ah .. itu hal biasa.  

    Sebagai gadis baru di  kota tua penuh drakula, dunia baru bagimu, tentu keberadaanmu amat dibutuhkan, ya.. memang menyegarkan dan membuat suasana semakin hidup, masih ada yang bisa diharapkan. Silahkan lihat hatiku, di sana ada dirimu. Di ruang kerjaku fotomu menjadi rebutan. Di rumah? Apalagi! Bahkan  banyak fans-mu yang meletakkanmu di tempat yang tidak  terduga dan sulit dijangkau oleh tangan-tangan berhati kotor. Maka, saat itu, tak ada yang mampu menghalangi gelora cintaku padamu, dan aku yakin jika ada kontes miss  muslimah shalihah  kau adalah pemenangnya; gadis cantik, cerdas, nan shalihah.

    Namun, langit memang tak selamanya cerah. Bulan tidak selamanya terang. Aku lihat, ada sebuncah kekhawatiran menimpa dirimu. Bukan karena kejahatan orang lain, bukan pula sebab makar para pesaingmu yang memang sudah  sedari dulu begitu sunatullahnya. Kecantikanmu memudar dan pesonamu menghilang karena ulah dirimu sendiri. Memang demikian adanya .... ketika manusia pada puncak kejayaannya, tak ada yang mampu menggelincirkannya, biasanya dia akan tergelincir oleh dirinya sendiri; ghurur. Kekasihku, kau menjadi gadis yang genit saat ini,  centil dan norak. Bahkan katanya, kau sudah berani menjual diri dengan harga murah, hanya demi kemenangan. Astaghfirullah!  Aku tidak tahu, apakah ini karena pengaruh dunia barumu itu?

     Kembali  manusia ramai membicarakanmu,  bukan  dirimu sebagai; gadis cantik, cerdas nan shalihah. Tetapi perilakumu yang berubah, batasan syar’imu  mulai abu-abu, keputusanmu untuk menjadi gadis ‘gaul’, katamu; agar bisa memperluas pasar, lalu kau kotori kecantikanmu dengan langkah berani dan kontroversi, serta lisan yang tidak terkendali. Nasihat orang tua, hukama dan pujangga sudah sering kau dapatkan, tetapi justru kau mengatakan: saya lebih tahu tentang apa yang saya lakukan!

    Ditambah lagi, kau mulai tidak telaten menjaga kesegaran tubuhmu, kesehatan jiwamu, dan kecemerlangan akalmu. Agenda-agenda ri’ayah hanya menjadi rencana kosong. Dahulu kau sangat telaten ke salon halaqah, spa daurah, dan les tastqifiyah. Tetapi itu dulu.   Saat ini, kau menjadi gadis yang ringkih, .... ringkih ruhani dan harga diri, tak berani berkata benar, aqidah  sudah keriput, padahal keriput hanyalah milik orang tua ... dan kau masih muda. Manusia mulai menjauh dan mencibir, bahkan marah, termasuk saudara dekatmu. Tak ada lagi kisah Bukan Di Negeri Dongeng yang legendaris itu. Tak ada lagi pujian  dari mereka untukmu, walau kau masih saja merasa cantik, cerdas, dan shalihah seperti dulu. (Ya ... itu romantisme kita masa lalu, boleh-boleh saja diingat). Tak ada lagi kebanggaan meletakkan fotomu di rumah, di kantor, dan sepeda motor! Apalagi setelah mendengar pernyataan-pernyataanmu dengan nada miring tentang syariah, jilbab, dan lainnya .. aku semakin malu.  Masukan-masukan yang kau dapatkan tak satu pun yang kau anggap ... pernah juga kau anggap .. tetapi sebagai angin lalu, bahkan sebagai musuh ...padahal nasihat itu dari kekasihmu sendiri ..   

     Kekasihku ..., jangan takut, aku masih mencintaimu, tetapi .. cinta bukan berarti memuji, menyanjung, dan selalu bermuka manis. Ingatkah ucapan manusia paling terkasih; law saraqat fathimah laqatha’tu yadaha (Seandainya Fathimah mencuri aku sendiri yang akan memotong tangannya). Padahal begitu besar sayang beliau terhadap anaknya.

Kekasihku ..., aku yakin harapan memang masih ada. Tetapi ada pada siapa?

Wallahu A’lam


Oleh : Abu Hudzaifi
http://abuhudzaifi.multiply.com/journal/item/130