24 November 2009

Dulu dan Kini

Dulu...

Lima waktu tidak pernah tertinggal untuk ditunaikan selain di masjid
penuh dengan semangat untuk melangkah walau fisik bangunan berkubah itu tak terlihat mata
dengan pasangan baju gamis/koko dgn sarung dan kopiah yg melekat di kepala.

tangan ini tak henti-hentinya selalu menengadah memanjatkan doa
selalu mengeluh dan mengadu kepada-Mu
Meminta...meratap...bercerita

Tak pernah lepas Al-Qur'an kecil menemani kemana saja
Tak bosan-bosannya lisan ini melafadzkan ayat-ayat-Mu dimana saja
walau sedikit tapi terus - menerus

Selalu mencoba mengulurkan tangan membantu sesama
dgn niat dan harapan dalam kemasan sedekah
Sedikit tapi bermakna

Kini...

hati seperti tertutup
telinga tidak mendengar
kaki Berat melangkah
Saat sayup - sayup gema azan berkumandang membahana

Waktu kita terlalu sempit
hingga membuat tak ada lagi cerita kita kepada-Nya
Tak ada lagi tangan yg terbuka menengadah

Al-Qur'an hanya sebagai kawan bisu yg menemani
dibawa tapi tak dibaca
sebagai accessoris pelengkap atau hanya kultur identitas semata

tak ada lagi amalan yg bernama sedekah
walaupun dgn amanah rizki yg berlimpah


Ya Rabb..Ampunilah kami
(HR*)

Renungan Semalam


Aku meminta kepada Allah untuk menyingkirkan penderitaanku.
Allah menjawab, Tidak.
Itu bukan untuk Kusingkirkan, tetapi agar kau mengalahkannya.

Aku meminta kepada Allah untuk menyempurnakan kecacatanku.
Allah menjawab, Tidak.
Jiwa adalah sempurna, badan hanyalah sementara.

Aku meminta kepada Allah untuk menghadiahkanku kesabaran.
Allah menjawab, Tidak.
Kesabaran adalah hasil dari kesulitan; itu tidak dihadiahkan, itu harus dipelajari.


Aku meminta kepada Allah untuk memberiku kebahagiaan.
Allah menjawab, Tidak.
Aku memberimu berkat. Kebahagiaan adalah tergantung padamu.

Aku meminta kepada Allah untuk menjauhkan penderitaan.
Allah menjawab, Tidak.
Penderitaan menjauhkanmu dari perhatian duniawi dan membawamu mendekat padaKu.

Aku meminta kepada Allah untuk menumbuhkan rohku.
Allah menjawab, Tidak.
Kau harus menumbuhkannya sendiri, tetapi Aku akan memangkas untuk membuatmu berbuah

Aku meminta kepada Allah segala hal sehingga aku dapat menikmati hidup.
Allah menjawab, Tidak.
Aku akan memberimu hidup, sehingga kau dapat menikmati segala hal.

Aku meminta kepada Allah membantuku mengasihi orang lain, seperti Ia mengasihiku.
Allah menjawab.... Ahhh, akhirnya kau mengerti.

HARI INI ADALAH MILIKMU, JANGAN SIA-SIAKAN.

Bagi dunia, kamu mungkin hanyalah seseorang,
Tetapi bagi seseorang kamu adalah "dunianya"


(Dwiani Endah Pawestri)

04 November 2009

IBU

Kasih ibu sepanjang masa. Istilah tsb tidak perlu kita ragukan lagi, dengan segala daya dan upaya selalu dilakukan seorang ibu bagi buah hatinya. Selama proses dikandungan, bagaimana ibu berupaya menjaga kesehatan diri & buah hatinya, membawa kemanapun kaki melangkah, apapun yg dilakukan tidak akan pernah terlepas kaitan/hubungannya dgn sang bayi. Selama proses bersalin, Ibu mempertaruhkan hidup & matinya demi kelahiran & keselamatan sang bayi dengan menahan rasa sakit yg luar biasa dan diakhiri dgn senyum merekah ketika suara tangisan bersenandung.

Apakah hanya sampai disitu pengorbanannya??

Ketika si buah hati lahir, bagaimana ibu membesarkan hingga tumbuh dewasa, mengajarkan, membimbing, dan mendidik dengan penuh kasih sayang & kesabaran yg luar biasa pula. Hingga akhirnya sang anak menjadi seseorang yg dewasa & mandiri. Tak ada rasa meminta pamrih dari apa yg sudah dilakukan olehnya, dan sudah menjadi kewajiban bagi anak untuk menjaga, menghormati, memelihara, serta merawat Sang Ibu. Yaaa...itu sudah sunatullah bagaimana sang anak merawat & menjaga ibu dgn penuh kasih sayang sebagaimana ibu merawat sewaktu kecil.

Setelah anak dewasa, ternyata sang ibu juga harus merawat orang tuanya yg sudah tak berdaya dan membutuhkan kasih sayang dari sang Ibu. Selama itu, tanpa disadari ternyata sang ibu pun masih memikirkan anaknya. Terlontarlah sebuah ucapan dari mulut kecil dgn tubuh yg sudah tidak terlalu bugar kepada si anak, "kalau nanti Ibu sudah tidak berdaya seperti nenek dan kalian sudah sibuk masing-masing, titip saja ibu ke panti jompo. Cukup kalian berikan kasih sayang dgn selalu datang ke sana. ibu sudah merasakan bagaimana waktu & tenaga tersita dgn merawat nenek"

bagaimana mungkin seorang ibu dengan pengorbanan yg sudah dilakukan berbicara seperti itu, dan bagaimana pula sang anak akan tega & ikhlas untuk mengabulkan ucapan si ibu. Bahkan dgn ucapan "ah" saja sudah dianggap sebagai sebuah pendurhakaan anak kpd orang tua, apalagi dgn menitipkannya ke panti jompo. Merenung hati sang anak dan berucap, "wahai ibu..selama masih ada detak jantung di diri ini, selama masih ada tenaga dari tubuh ini, apapun akan dilakukan untuk menjaga, merawat serta membahagiakanmu".

Bukankah surga itu berada di telapak para ibu?? (H.R. Ahmad).
Tidak akan masuk ke dalam surga seorang manusia kecuali dgn ridho Allah SWT, serta tak lepas dari keridhoan orang tuanya. (H.R. Tirmidzi)

Bahkan kedudukan seorang ibu lebih utama bila dibandingkan dgn ayah. Bila di representasikan dalam hukum perbandingan maka akan bernilai 3:1 atau dgn kata lain nilai seorang ibu 3x lipat daripada ayah.

Telah datang seorang sahabat kepada Rasulullah lalu bertanya : Wahai rasulullah, siapakah orang yg lebih berhak menjadi sahabatku yg baik? Jawab Rasulullah : Ibumu. Sahabat bertanya lagi, lalu siapa lagi? Rasulullah menjawab : Ibumu. lalu sahabat itu bertanya lagi, kemudian siapa lagi? Rasulullah menjawab : Ibumu. Lalu sahabat itu bertanya lagi, kemudian siapa lagi? Maka Rasulullah menjawab : Bapakmu (H.R. Bukhori & Muslim).

Sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi anak dalam melaksanakan kewajibannya kepada orang tuanya terutama ibu. Saat ini waktunya kita untuk membalas semua jasa & pengorbanan yg telah dilakukan ibu.

Wahai ibu..aku akan selalu memberikan kasih sayang kepadamu, Ku berikan dgn setulus hatiku untuk selalu menjaga & merawatmu, Jangan ada lagi kata-kata itu terlontar dari lisanmu, karena merupakan suatu keharusan bagiku. (HR*)