14 Desember 2007

Beratkah mengucap "terima kasih" ???

Sudahkah kalimat “terima kasih” selalu terhadiahkan kepada setiap orang yang pernah membantu Anda? Jika ya, maka Anda tak perlu khawatir, karena saya tidak sedang berbicara tentang Anda. Tapi tentang orang-orang di sekitar kita, dan mungkin saja termasuk saya.


Nyaris setiap hari, setiap jam dalam hidup kita selalu dibantu oleh pihak lain, disadari atau tidak. Sejak awal bangun pagi, sudah ada yang memasak air panas untuk menyeduh kopi, bahkan kopi sudah tersedia sebelum kita beranjak dari tempat tidur. Berangkat ke kantor dengan pakaian yang tidak kusut, tentu ada yang menyetrikanya. Sepatu pun sudah disemir mengkilap, Sampai sarapan sudah siap tersaji di meja makan sebelum kita meminta. Bukan soal siapa yang menyiapkannya, tapi terpenting dari soal siapa adalah, berterima kasihkah kita untuk setiap pelayanan memuaskan itu?

Keluar dari rumah, entah dengan sopir pribadi yang telah mencuci bersih mobil dan menyiapkan kendaraan agar tak ngadat di jalan, sehingga kita tak terlambat tiba di kantor. Atau bagi orang yang harus menggunakan jasa angkutan umum untuk dari dan ke kantor, pernahkah kalimat “terima kasih” juga terucap kepada kondektur atau sopir angkutan umum yang kita tumpangi?

Tiba di kantor, tak perlu bertanya siapa yang sudah datang lebih pagi membersihkan meja kerja yang kemarin sore kita tinggalkan dalam keadaan kotor dan berantakan. Air putih atau teh hangat sudah tersedia di meja kerja, bahkan menjelang siang pun kita masih berteriak, “Mas, kopi susu donk,” kepada office boy yang setia melayani. Apakah si office boy pelayan setia kita di kantor itu selalu mendapatkan hadiah “terima kasih” untuk air putih dan kopi susu yang ia sajikan? Walau pun ia tahu, menuntut ucapan “terima kasih” bukanlah haknya.

Saya pun tergelitik untuk menghitung berapa banding berapa antara pelayanan yang saya dapatkan dengan ucapan terima kasih yang terlontar. Saya sering lupa berterima kasih kepada ayah/ibu yang setiap hari melayani kebutuhan atau berterima kasih kepada Si bibi yang setiap pukul 05.30 sudah datang untuk membantu ibu saya mencuci pakaian & membersihkan rumah. Saya sering lupa berterima kasih kepada petugas pom bensin yang sering mengisi full tangki motor saya. “Itu memang pekerjaannya, dan kewajiban saya sudah selesai hanya dengan memberikan sejumlah uang sesuai jumlah bensin terisi,” mungkin begitu pikir saya.

Mana rasa terima kasih saya???

Kita sering kali berpikir, bahwa orang-orang yang memberikan bantuan dan pelayanan sehari-hari itu memang sudah selayaknya dan kewajiban mereka berbuat demikian, begitu alasan kita. Pembantu rumah tangga yang seringkali tak kenal lelah bekerja dari pagi hingga kembali pagi, dinilai “wajib” mengerjakan semua pekerjaannya karena kita merasa sudah membayarnya. Padahal, nilai bayarannya seringkali tak layak dan jauh dari beratnya pekerjaan yang diemban. Bukankah pembantu hanya membantu? Lalu kenapa semua pekerjaan rumah ia yang mengerjakannya? Tak pantaskah ia memperoleh ucapan terima kasih dari kita?

Sang office boy kantor yang tak pernah menolak permintaan kita, percayalah, “terima kasih” yang kita ucapkan saat ia mengantarkan segelas air putih atau teh hangat akan membuatnya senang setiap kali kita memintanya kembali. Boleh jadi, ucapan terima kasih itu akan sedikit menghiburnya dari kemurungan setiap kali menerima upah bulanannya yang tak seberapa dari gaji kita. Bahkan ada sopir angkutan umum yang termangu sesaat hanya karena mendengar ucapan terima kasih saat penumpang memberikan ongkos. Bisa jadi, ia baru saja menemukan manusia langka. Atau jangan-jangan, itu kalimat “terima kasih” pertama yang ia dapatkan sepanjang tahun berprofesi sebagai sopir angkot.

Sudahlah tak pernah berterima kasih, kadang kita menambahi sikap kita dengan banyak menuntut. Merasa sudah membayar gaji pembantu, kemudian kita berhak membentak-bentak wanita berbayaran kecil itu hanya karena masih ada sedikit noda di kemeja. Kita juga marah-marah kepada office boy yang lambat mengantarkan minuman, atau kepada sopir angkot yang secara tak sengaja melewatkan beberapa meter saja dari tempat berhenti kita semestinya. Lalu, kita memberikan ongkos dengan hati kesal dan wajah kecewa.

Tak pernah merasa puas dengan apa yang sudah orang lain lakukan untuk kita, dan kita senantiasa menuntut lebih dari orang lain. Meminta orang lain melakukan lebih banyak, lebih baik, lebih sering dari yang sudah dilakukannya. Orang lain melakukan pekerjaan tidak sesuai dengan yang kita inginkan, kita lebih dulu marah, dan kemudian lupa mengucapkan terima kasih. Ucapkanlah terima kasih lebih dulu, baru kemudian beritahu kekurangan atau kesalahan secara baik-baik. Dijamin, mereka akan mengerjakannya lebih baik tanpa wajah merengut.

Tidak berterima kasih dan banyak menuntut adalah sebuah keterkaitan. Biasanya kedua sikap ini tidak terpisahkan, setiap kali kita tidak berterima kasih, mesti diiringi dengan tuntutan. Atau sebaliknya, setiap kita mengajukan tuntutan, hasil yang kita dapatkan dari tuntutan itu kita anggap sebagai hak. Karenanya, “terima kasih” tak perlu terucapkan.

Ironisnya, budaya buruk ini pun kita berlakukan terhadap Allah. Kita terus menerus berdoa dilimpahkan rezeki. Hanya karena rezeki yang didapat hari ini tidak berlimpah, lalu dalam doa selanjutnya kita berujar, “Ya Allah, kok cuma segini?” Sungguh, bersyukur dan bersabar lebih menjauhkan kita dari ancaman azab dan siksa dari-Nya.

Makna Ketulusan

Kalau ada satu kata indah diantara kata indah lainnya, kata itu adalah “tulus”. Kata yang derajatnya sama dengan kata “jujur”, kata yang nyaris punah karena semakin langka orang yang mengutamakan ketulusan dalam setiap perbuatannya, dan kata yang mungkin sebentar lagi akan segera masuk museum agar dapat dikenang oleh keturunan kita yang akan datang, bahwa dalam kehidupan orang-orang terdahulu pernah ada sikap dan perilaku tulus yang mewarnai hidup.

Berikut Ini kisah nyata yg dituturkan oleh seorang teman :


Saya termasuk yang sulit menilai apakah semua yang saya katakan dan lakukan sepanjang hidup ini telah berbingkai ketulusan, karena kadang masih saja ada kekecewaan saya tak mendapatkan apa-apa dari yang saya perbuat. Mengeluh, mengumpat, bahkan bersumpah atas nama Allah atas ketidakadilan yang saya terima. Padahal, siapa suruh saya berharap kepada manusia? Atau, mungkinkah saya tak lagi dapat membingkai semua pekerjaan saya dalam ketulusan, sehingga apa pun yang saya lakukan mesti berbuah keuntungan?

Nyaris diri ini tak lagi percaya ada ketulusan yang masih bisa terukir di muka bumi ini, sampai suatu ketika dalam perjalanan ke Subang, Jawa Barat, saya berkenalan dengan Kang Adi, seorang pedagang asongan di bis kota. Perkenalan dari ketertarikan saya atas ketulusan yang dilakukan Kang Adi terhadap tiga preman yang sedang mabuk di dalam bis.

Saya yang duduk di bagian tengah bis kota tersentak oleh makian seorang pria yang ditemani dua rekannya dengan wajah yang tidak kalam sangarnya. Yang dimaki, seorang pemuda pedagang asongan yang menjual aneka makanan seperti tahu sumedang, telur puyuh, jambu, mangga, dan kacang. Rupanya mereka memaksa membeli enam bungkus makanan hanya dengan selembar uang seribu rupiah.

Dimaki dan ujung kausnya ditarik tak membuat pedagang itu panik, “Maaf kang, kalau mau saya bisa kasih seberapa banyak Akang mau. Jadi nggak usah kasar begini,” ujarnya sambil menyodorkan beberapa makanan yang diminta tiga preman itu. “Ini uang Akang yang seribu, mungkin nanti Akang butuh buat beli rokok.”

Selepas itu, Kang Adi yang naik dari pintu belakang terus ke depan dan melewati saya. Tidak ada bekas ketakutan di wajahnya, justru seulas senyum dan air muka ceria yang ada. Sejak keributan di belakang hingga ia melewati saya dengan ketenangannya, membuat langkah ini pun berayun mendekatinya yang duduk di bangku belakang sopir. “
Ada
apa tadi Kang ribut-ribut di belakang?” saya membuka pembicaraan. Setelah itu pula saya tahu namanya Adi, usianya terpaut dua tahun di atas saya. Ia pun menganggap kejadian tadi bukan apa-apa, “sudah biasa,” terangnya.

Saya mengira apa yang dilakukannya dengan memberi enam bungkus makanan kepada tiga preman itu karena rasa takutnya, dan saya juga beranggapan Kang Adi hanya mencari selamat walau pun harus rugi. “Eh, bukan begitu. Mereka itu kan memang tidak punya uang, mereka cuma nggak tahu cara meminta. Ya jadinya kasar begitu.” Menurutnya, seandainya mereka minta baik-baik pun ia akan memberikannya dengan tulus.

“Akang nggak takut rugi?” tanya saya yang makin penasaran. “Waaah, buat orang kecil seperti saya, rugi atau dirugikan mah sudah biasa. Justru lebih rugi kalau saya sampai nggak ikhlas dengan kerugian itu, bisa-bisa nggak bisa tidur. Dagang kecil-kecilan seperti ini, kalau pun rugi ya ikhlasin aja, biar tidur tenang dan besok tetap semangat berdagang.”

“Tapi kan Akang tidak dapat keuntungan apa-apa dengan dengan memberi sekian banyak kepada tiga preman tadi?” Pertanyaan saya malah disambut cekikian kecilnya, “Abang orang Jakarta ya? Ketahuan sama saya kalau Abang orang kota, segala sesuatu diukurnya sama materi…” malu hati ini disebut seperti itu.

Hari ini, kata Kang Adi, tiga preman itu meminta paksa darinya. Tapi karena ia memberinya dengan baik dan ikhlas, Kang Adi yakin suatu hari bertemu kembali mereka akan memintanya baik-baik, bahkan sungkan meminta kepadanya karena ia terlalu baik. “Kalau semua orang bisa berbuat baik, yang berbuat jahat itu pasti malu. Kalau semua orang bisa bersikap lembut, yang lain pasti malu bersikap kasar, ya kan?”

sebuah tanya yang jawabannya pasti “Ya

Dari : Bayu Gawtama

09 Desember 2007

Pernahkah Anda Benar-Benar Merasa Memiliki Sesuatu??

"Pernahkah Anda merasa benar-benar memiliki sesuatu?" Saya sungguh kaget ketika seorang sahabat saya mengajukan pertanyaan seperti itu. Sepintas sepertinya teramat mudah untuk menjawabnya, namun saya tak ingin terjebak dalam kalimat yang biasa ia lontarkan. Saya tahu, ia tak pernah bermain-main dengan kata-katanya, dan memang inilah yang membuat saya amat bersyukur menjadi sahabatnya. Perlu Anda tahu, sampai sahabat saya itu pamit meninggalkan saya, saya benar-benar tak mampu menjawab pertanyaan tersebut.

Kira - kira 7 bulan lalu ketika mengalami kehilangan motor, entah kenapa hati ini yang tak rela, seolah hati ini terluka parah membayangkan motor yang saya pinjam dari saudara itu hilang. Bolehkah saya benar-benar merasa seperti itu? Sebegitu dalamkah saya merasa mencintai semua yang pernah saya miliki? Benarkah saya sudah ikhlas untuk semua kehilangan itu?
Maafkan saya sahabat, saya benar-benar belum mampu menjawab pertanyaan itu, setidaknya saat ini. Mungkin nanti menunggu saya memperbaiki tatanan hati saya, agar benar-benar siap jika kelak saya kehilangan sesuatu yang saya miliki saat ini. Saya memang benar-benar takkan pernah selamanya memiliki apa yang pernah saya raih. Semua yang ada saat ini sebelumnya tidak pernah ada, lalu ada dan menjadi milik saya. Namun setiap sesuatu yang awalnya tidak ada, pastilah akan berakhir kepada ketiadaan.
Saya tidak pernah benar-benar membeli sesuatu, semua itu datang karena ada yang memberi. Maka kalau Si Pemberi itu memintanya kembali, tidaklah ada hak saya untuk sakit hati atau kecewa, juga sedih. Berat, tapi saya harus bisa!

Rezeki Tidak Pernah Salah Alamat

Saya ambil tulisan ini dari Bayu Gawtama...

***
Jika Anda termasuk yang sering bercukur di tukang cukur bermerk “Pangkas Rambut”, cobalah bertanya kepada si akang pemangkas rambut tersebut perihal daerah asalnya. Hampir bisa dipastikan ia berasal dari Garut, Jawa Barat.
Tanyakan juga kepada para pedagang toko kecil yang banyak berdiri di sudut jalan atau ujung gang, biasanya mereka menjual rokok, penganan kecil seperti biskuit dan permen dan juga kebutuhan rumah tangga seperti sabun dan pasta gigi. Hampir semua pemilik warung kecil itu berasal dari Kuningan, Jawa Barat.


Semua pun tahu, bahwa nyaris semua penjahit yang pernah kita temui atau bahkan menjadi langganan kita berasal dari Sumatera Barat. Seperti halnya tempat-tempat penambal ban maupun bengkel motor di pinggir jalan itu kita panggil “Ucok” karena memang kebanyakan mereka asli Sumatera Utara. Dan kalau bicara soal kredit barang-barang kelontong, Tasikmalaya sangat lekat di telinga kita.
Memang tidak semua pemangkas rambut berasal dari Garut, atau penambal ban dan penjahit pakaian berasal dari daerah tersebut di atas. Namun secara mayoritas boleh lah dianggap demikian. Tentu sangat menarik memperhatikan fenomena ini menilik dari kenyataan bahwa rezeki memang sudah ada yang mengaturnya. Dan Allah Maha Adil membagi-bagi rezeki kepada setiap makhluk di muka bumi ini.
Hanya saja yang tak kalah pentingnya untuk dikaji yakni pernyataan bahwa memang tidak semua orang Sumatera Barat itu menjadi penjahit, seperti halnya tidak semua orang Tasikmalaya itu berprofesi sebagai tukang kredit. Meski pun seseorang lahir di
Padang
, besar di
Padang
, tetapi ia tidak pernah diajarkan atau menyentuh benda bernama mesin jahit, sampai kapan pun ia tidak akan pernah menjadi penjahit. Sebaliknya si Ucok anak si penambal ban, lantaran sejak melek sampai larut malam yang ia perhatikan adalah bagaimana bapaknya bekerja. Mulai dari mencopot ban dari kendaraan, melepas ban dalam, menambal yang bocor hingga memasangkannya kembali. Maka tak heran jika di usia belasan pun ia sudah mahir membongkar pasang ban kendaraan.
Lebih jelasnya, setiap orang itu akan mendapatkan rezeki tergantung dari keterampilan yang dimilikinya. Orang Garut yang pandai mencukur rambut, maka ia akan membuka usaha cukur rambut. Orang yang mendapatkan pelayanan dari keahlian si tukang cukur, akan membayar sesuai jerih payah dan keahlian tersebut. Sama halnya dengan kita, keterampilan apa yang bisa kita “jual” agar pihak lain mau mengeluarkan sejumlah uang sesuai keahlian yang kita miliki itu.
Intinya, jangan pernah berharap rezeki akan datang begitu saja tanpa ada satu usaha untuk menunjukkan satu bentuk keterampilan yang Anda miliki. Lebih dari satu keterampilan Anda miliki, insya Allah akan lebih pula yang bisa didapat. Tidak punya keterampilan satu pun, siap-siap selalu gigit jari karena kesempatan selalu terlewat begitu saja tanpa bisa kita raih.
Misalnya begini, pernah ada seorang kawan yang bertanya perihal lowongan di tempat saya bekerja. Kemudian saya tanya, “bahasa Inggris bisa? Bisa mengoperasikan komputer?” untuk dua pertanyaan tersebut, jawabannya sama: Tidak. Ooh, ya kalau begitu saya ajukan satu pertanyaan lagi, “Bisa mengemudi mobil?” berhubung saat itu di kantor memang sedang membutuhkan seseorang dengan keahlian tersebut. Nyatanya, ia juga menjawab “Tidak” meski dibubuhi kalimat pendukung, “tapi saya bisa belajar kok…”.
Agak sulit bagi siapa pun untuk membantu mencarikan pekerjaan buat seseorang yang tidak memiliki satu pun keterampilan. Bahkan seorang office boy (
OB
) sekalipun memiliki keterampilan khusus yang menjadi prasarat ia bisa diterima bekerja sebagai
OB.
***
Rezeki tidak pernah salah alamat, itu pasti. Kalau mengibaratkannya dengan seorang tukang pos pengantar
surat
, ia tidak akan pernah kesulitan mengantar
surat
jika tertera alamat yang jelas dan lengkap. Ditambah lagi, si pemilik rumah pun semestinya menuliskan alamat rumahnya dengan jelas, seperti nomor rumah, RT/RW dan lain sebagainya, agar pas pos tak kesulitan mencocokkan alamat tertera di
surat
dengan alamat kita. Jangan salahkan jika tukang pos kebingungan mencari alamat kita, karena boleh jadi kita memang tak memasang alamat jelas di depan rumah.
Jadi, tunjukkan kemampuan, keterampilan, dan keahlian yang kita miliki. Agar orang lain bisa melihatnya dengan jelas dan memberikan kesempatan terbaik buat kita. Karena rezeki memang tidak pernah salah alamat, hanya kadang kita sendiri yang tak menunjukkan alamat jelas, sehingga seringkali rezeki berlalu begitu saja. (Bayu Gawtama)

The Amazing Child..(Subhanallah...sungguh menakjubkan)

Anak termuda yang hafal seluruh Al Quran, penerjemah Al Quran termuda dan pelajar Hauzah Ilmiah Qom yang paling belia. Anak pertama yang mampu menyampaikan semua keinginan dan percakapannya sehari-hari dengan menggunakan ayat-ayat suci Al Quran. Anak pertama yang berhasil menghafal seluruh Al Quran dengan metode isyarat. Anak pertama yang bisa dengan mudah menghubungkan satu ayat dengan lainnya dan menafsirkan ayat Al Quran dengan cara itu. Anak pertama yang dapat menjawab semua pertanyaan dengan menggunakan ayat-ayat suci Al Quran. Anak pertama dari negeri Iran yang berhasil memperoleh titel Doktor kehormatan dari salah satu universitas Inggris di usianya yang ketujuh


VCD ini menjadi bukti bagi mereka yang ragu akan keagungan para penghafal Al Qur’an .
Suasana dalam ruangan itu mendadak hening …para syaikh, hafidz, mufassir & jamaah lainnya menahan pembicaraan. Perhatian mereka tertuju pada sosok bocah yang sedang duduk bersila dengan tenang …dihadapan mereka .
Tatapan matanya yang bulat & jernih menyapu ratusan hadirin yg berjubel ….wajahnya yg polos tampak berseri…memancark an kharisma yg kuat ….senyumnya tipis membuat gemas siapapun yg memandang .
Ya bocah itu bukan bocah biasa…sejak beberapa bulan terakhir …ia menjadi buah bibir kaum muslimin Iran . Dalam usianya yg masih balita ( 5 thn ) ia sudah hafal Al Quran beserta maknanya .
Bahkan dalam kesehariannya ia berbicara dengan bahasa Al Quran.
Namanya Muhammad Husein bin Thoba Thoba’i .
Di depan namanya ada kata Sayyid….itu artinya ia termasuk salah satu
Zurriyat Rasululloh ….orang2 menjuluki The Amazing Child …Si Bocah Ajaib .
Duduk di sampingnya adalah sang Ayah …Sayyid Thoba Thoba’i …sedang berbicara …
Seperti saudara2 ketahui…anak saya telah hafal Al Quran di usia balita lengkap dgn terjemahannya.
Kami mengajarkan Al Quran sejak ia berumur 2 tahun 4 bulan …sebagian kami sendiri yang mengajarkannya …dan sebagian yang lain …..dia menguasai sendiri …..misalnya berbicara dgn bahasa Al Quran ….Alhamdulillah dia bisa dgn sendirinya . Ia selalu berbicara dgn bahasa Al Quran baik di dalam rumah maupun di luar rumah . Jika dibacakan sebuah kalimat dari Al Quran …ia mampu menjelaskan bahwa kalimat itu ada dalam surah ini …ayat sekian …juz sekian & berada di halaman sekian . Ia juga hafal tulisan yang berada diawal halaman & 5 halaman berikutnya .
Bahkan ia hafal kalimat atau ayat2 yg serupa secara lafadz & maknanya …
( Allohu Akbar !….echost )
Sekarang ….saudara dapat bertanya langsung kepadanya tentang suatu ayat …
dan tanyakan itu surah apa ….ayat berapa & di juz berapa …….
Atau bacakan kepadanya suatu terjemahan ayat ….lalu minta kepadanya untuk menyebutkan ayatnya atau menanyakan suatu tema dalam Al Quran …..
Insya Alloh …ia dapat menjelaskannya .
Seorang jama’ah langsung mengangkat tangannya …tanpa dipersilahkan lebih lanjut ia bertanya dengan membaca sebuah ayat ….lantas sang ayah membacakan kembali ayat tsb kepada Husein …..
“Wa atainahul hukma shabiyya …ayat ini di surat apa ? ” tanya sang ayah …
dengan spontan Husein menjawab :
” Surah Maryam “
” Juz berapa ? “
” Juz ke 16 “
” Terletak dihalaman berapa dalam surah Maryam ? “
” Dihalaman pertama “
” Apa arti ayat tsb ? “
” Dan kami telah anugerahkan hukum kepadanya ketika masih dalam gendongan “
” Ahsantum ! ….Bagus ! ” kata sang ayah …..” Sekarang bacalah beberapa ayat setelahnya ” perintah sang ayah .
Maka si bocah meneruskannya hingga 3 surah selanjutnya ……..untaian firman Alloh itu mengalir lancar dari bibirnya.suaranya jernih …lafadznya fasih …hadirin menahan nafasnya .
Sang ayah kembali bertanya : ” Dalam Al Quran terdapat ayat yg menyebutkan bahwa Nabi Isa yg masih bayi berdialog dengan umat seperti orang dewasa …Nah ayat ini ada di surah apa ? “
” Di surah Ali Imron Juz ke 3 “
” Sebutkan ayatnya ” kata sang ayah
Sayyid Husein membacanya dgn lancar …dilanjutkan dgn artinya .
Lalu Sayyid Thoba Thoba’I kembali memuji putranya :
” Bagus , semoga Alloh memberkatimu “
Sementara itu seorang guru membacakan surah Al Qur’an yang kemudian dibacakan kembali oleh sang ayah .
” Wakhfidh lahuma janahadz dzulli ….ayat itu ada di surah apa ? ” tanya sang ayah .
Tanpa berfikir panjang Sayyid Husein menjawab : ” Al Isro “
” Juz berapa ? “
” Ke 15 “
” Dihalaman berapa ? “
” Ke 3 “
” Sekarang ucapkan artinya “
” Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dgn penuh kesayangan
dan ucapkanlah : Wahai Tuhanku kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil ” ( Al Isro : 24 )
” Lanjutkan ayat2 berikutnya ” pinta sang ayah lagi .
Lagi2 dgn suaranya yang jernih , ia membacakan surah Al Isro hingga 2 ayat berikutnya .
Hadirin mulai tidak tenang …mereka terus menerus mengucapkan lafadz takjub
” Masya Allooooh ” .
Pertanyaan tak berhenti sampai disitu …hadirin semakin penasaran …seseorang yg tampaknya sengaja datang dari jauh …sengaja datang hanya untuk melihat keajaiban itu .
Ia bertanya berdasarkan ayat Al Qur’an yg ia buka secara acak .
” Wahai sayyid , surah apakah yg saya bacakan ini ….
Tsumma qila lahum aina ma kuntum tusyrikun ? “
” Az Zumar ” kata sayyid Husein sambil tersenyum
” Juz berapa ? “
” Ke 24 “
” Di halaman berapa dalam Az Zumar ? “
” 8 “
” Apa arti kata Zumaro ? “
” Berbondong - Bondong “
” Bacalah kembali ayat tadi & lanjutkan dgn ayat berikutnya “
Dengan lancar Sayyid Husein membaca ayat tsb ….dan semua orang terpana.
Sosok bocah ini seakan bersinar …menerangi hati kaum muslimin yg hadir ….
ia memancarkan kharisma & kewibawaan …yang membuat orang lain mencintai dia .
Diantara hadirin …ada yg menitikkan air mata krn haru ….ada pula yg sibuk membolak balik Al Quran untuk mencocokkan apa yg diucapkan si bocah .
Kembali seorang jama’ah yg ahli computer bertanya :
” Di dalam Al Qur’an terdapat angka 3, 4, 5 & 6 …nah surat apa & ayat berapa itu ? “
Seperti komputer canggih …tanpa berfikir lagi Sayyid Husein menjawab yg artinya :
” Nanti ( ada orang yg akan ) mengatakan ( jumlah mereka ) adalah 3 orang , yang ke 4 adalah anjingnya & mengatakan ( jumlah mereka ) adalah 5 orang , yang ke 6 adalah anjingnya . ( Al Kahfi : 22 ) .
Mendengar jawaban Sayyid Husein ….hadirin serentak melafadzkan :
Masya Alloh …Lahawla wala kuwata illa billah ..
Betapa tidak , seorang pakar komputer sekalipun perlu beberapa waktu untuk menemukan ayat tsb ..paling tidak beberapa menit …tapi Sayyid Husein dapat langsung menjawabnya .
Jama’ah yg tadi seakan tidak puas …Ia kembali bertanya :
” Apakah ada ayat lain yg menyebutkan angka selain 3, 4, 5, 6 ? “
Setelah beberapa detik …Sayyid Husein menjawab :
” Dengan 5000 malaikat yg memakai tanda , itu surah Ali Imron ayat 125 “
” Adakah angka yg lebih dari itu ? seperti 100.000 bahkan diatasnya ? “
” Dan kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih , itu surah As Shoffat : 147 “
Masya Alloh …..teriak jamaah berbarengan .
Di sela-sela dialog tsb …Sayyid Thoba Thoba’I bercerita bagaimana Al Qur’an sangat mewarnai tingkah polah putranya tsb . Seseorang pernah bercerita kepada kami bahwa dirinya memohon doa darinya & dijawabnya dgn membaca ayat :
Saufa Astagfiru Lakum Robbi …
kemudian orang itu menyinggung masalah taufiq dan dijawabnya :
Wa ma taufiqi illa billah …alaihi tawakaltu wa ilaihi unibu …
Kemudian beberapa minggu lalu ..Al Haj Ali …seorang hafidz …
datang bertamu ke rumah kami untuk bertemu & menguji kemampuannya .
Diakhir pertemuan itu ..beliau mengajaknya untuk menghadiri sebuah acara , beliau bertanya :
” Apakah kamu mau menghadirinya ? ” ia menjawab :
” Kalau ayahku mengizinkan …aku akan datang ….”
Ulama itu kembali berkata : ” Aku akan membelikan kamu baju bagus supaya kamu kenakan, apakah kamu senang dengannya ? “
Anak saya menjawab :
” Walibasut Taqwa Dzalika Khair ( Pakaian Taqwa adalah yg Terbaik ) …
mendengar ayahnya menceritakan hal ini …Sayyid Husein tersipu malu .
Sayyid Thoba Thoba’i kemudian menceritakan pula bagaimana ia mendidik Sayyid Husein .
Dengan merendah ia berkata : ” Sebenarnya saya sebagai seorang ayah tidak pantas berpesan sebagaimana yg anda inginkan . Tetapi disini saya atas nama seorang pengajar Al Quran akan berpesan kepada para bapak & ibu …bagaimana saya mengajarkan Al Quran kepadanya .
Yaitu pada awalnya para bapak ibu sendiri ….harus memiliki perhatian khusus terhadap Al Quran .
Di rumah harus sering membaca Al Quran …kalau tidak …jangan harap anak2 menjadi seorang penghafal Al Qur’an ..menjadi Qori yang mampu memahami makna Al Qur’an .
Saya di rumah membiasakan berbicara menggunakan bahasa Al Qur’an dgn Husein , demikian juga ibunya ( yg setiap hari harus membaca Al Qur’an ) ….
apalagi sbg hafidz …setiap hari kami harus membaca 2 Juz kurang lebih .
Selaras dgn keahliannya di dunia, dia berada dalam lingkungan rumah yg Qur’ani… berdialogpun dgn Al Qur’an & pada akhirnya dia akan mengikuti lingkungannya …..
maka pelajarilah Al Qur’an .
Di bagian akhir dialog , jama’ah meminta Sayyid Husein untuk memberikan sedikit nasihat .
Sambil tersenyum dia berkata : ” Dan perintahkanlah kepada keluargamu ( untuk ) mendirikan Sholat ” Surah Thoha : 132 …Subhanalloh ….!
Demikian tayangan sekitar 20 mnt VCD berjudul ” The Amazing Child ” produksi thn 2007 .
Siapapun yg menyaksikan ini, tentu hatinya akan tergugah & menjadikannya sebagai tauladan dalam kehidupan sehari2.

K E S E I M B A N G A N

Segala sesuatunya diciptakan dgn keseimbangan yg penuh dgn prinsip keadilan,

Ada wanita…Ada pria…
Ada panas…Ada Dingin…
Ada duka…Ada Suka…
Ada Sedih…Ada Gembira…
Ada sulit…Ada Mudah…
Ada baik…Ada Buruk…
Ada kekurangan…Ada Kelebihan…
Ada awal…Ada akhir…
Ada Pertemuan…Ada perpisahan…
Ada yg datang…Ada pula yg pergi…

Segala sesuatunya sudah diatur sedemikian rupa,
KESEIMBANGAN…sifat yg mudah di perbincangkan, tp sulit untuk dijalankan…
Kita hrs bisa seimbang…kapan waktu untuk bicara, kapan harus diam…
Kapan harus berbuat, kapan harus menunggu... Kapan harus mendengar, kapan harus berfikir...

Mudah-mudahan selama ini sudah bisa seimbang......................................

Dinamis....

Dinamis…yaa kata ini yg menginspirasikan kondisi saat ini. Layaknya seorang anak kecil yg semakin lama semakin tumbuh berproses menuju kedewasaan, bagai ulat yg bermetamorfosa menjadi seekor kupu-kupu, dan seperti bibit tanaman yg tumbuh dan berkembang menjadi pohon yg rindang…tak lain hanya sebagai bentuk kedinamisan dalam mengarungi proses kehidupan.


Teringat ucapan seorang teman…”lo itu kalem, menyejukkan, pendiam, ga banyak omong…” . ternyata semua itu memang tidak bisa dijadikan ukuran/acuan bahwa semua punya pendapat yg sama. “Lo kliatannya skrg berubah yaa…bisa bercanda, ga serius, bisa ngecengin orang…”, pendapat lain.
Sudah bukan rahasia…lingkungan dpt mempengaruhi sifat & karakter manusia, proses adaptasi untuk bisa antisipasi pengaruh perubahan lingkungan dpt mempengaruhi kondisi di sekitar kita.
Untuk itulah diperlukan kedinamisan dlm hidup…Penyikapan yg berbeda dalam kondisi yg berbeda bukanlah suatu kemunduran dlm hidup, justru itu diperlukan dlm proses hubungan kemasyarakatan. Namun perlu jg dipertahankan karakter/prinsip dasar yg menjadi sebuah ciri khas (keidentikkan) kita yg membuat kita berbeda ….(tentu saja jauh dr nilai2 KESOMBONGAN, ANGKUH, & BERBANGGA DIRI).
Untuk temen2 yg merasa diri ini aneh…berubah…berbeda…
Tak ada yg berbeda dr diri ini…tetep seperti biasa…biasa…manusia biasa..
Satu hati & diri…hanya saja berbeda dlm penyikapan…
Yaa Rabb…jauhkan hati ini dari kesombongan & berbangga diri walapun sebesar zarah..
Yaa Rabb…Tak pantas diri ini berjalan angkuh & sombong di bumi milik-Mu
Aku hanyalah manusia yg lemah…yg perlu ridho-mu

POSITIVE or NEGATIVE

Yaa…segala sesuatunya punya 2 sisi, and tergantung SUBJECT pelaksananya. Sang SUBJECT lah yg membuat hasilnya positif or negatif. Inilah yg saya sadari dalam 18 bulan terkahir ini.
Ketika kita merasa bahwa apa yg kita lakukan identik dgn nilai2 ke-negatif-an, ternyata pada dasarnya kita jg dpt merubah nilai2 yg sudah identik itu kearah positif.
Like a knive….


Yaa…seperti sebuah pisau.
Pisau akan mempunyai hasil 2 sisi…ketika pisau tersebut digunakan oleh Penjahat (perampok, penodong dsb), maka pisau tsb akan bernilai NEGATIVE. Namun jika pisau itu digunakan oleh Sang Koki Juru masak, maka pisau tsb akan bernilai POSITIVE.

Like a Chat… or an internet…
Yaa…siapakah penggunanya???? Si penggunalah yg mengarahkan chat or internet bernilai POSITIVE or NEGATIVE. Internet gudang ilmu pengetahuan klo seandainya kita gunakan dgn sebaik2nya, Chatting…media silaturahim (klo memang kita gunakan dgn sebaik2nya pula).
And like the other things…

Semua tergantung oleh kita sebagai SUBJECT.
Mo ambil sisi POSITIVE or NEGATIVE…

Merendahlah...wahai diri

Merendahlah,
engkau kan seperti bintang-gemintang
Berkilau di pandang orang
Diatas riak air dan sang bintang nun jauh tinggi
Janganlah seperti asap
Yang mengangkat diri tinggi di langit
Padahal dirinya rendah-hina
Tidak kan hina kita jika merendah di hadapan manusia....
Tidak kan rendah diri kita hanya karena merendah...
tidak kan melekat ilmu tanpa kerendahan hati...
tidak kan ....
tidak kan ....
tidak kan .... jika dgn kesombongan, keangkuhan, keegoisan.

Hidup "Ibarat Lebah"

Di dalam Al-Quran ditemui tiga surat yang mempunyai arti binatang kecil, Surat Al Naml (semut), Surat Al-Ankabut (laba-laba) dan Al-Nahl (lebah). Semut, binatang yang hidupnya menghimpun makanan terus menerus, tanpa henti-hentinya, usianya tidak lebih satu tahun, namun mampu menghimpun makmum untuk bertahun-tahun. Keserakahan sedemikian besar tersebut sehingga ia berusaha dan seringkali berhasil memikul sesuatu yang lebih besar dari badannya. Lain lagi laba-laba, Al-Quran menjelaskan, sarangnya tempat yang paling rapuh, apapun yang berlindung, disana akan binasa, jangankan serangga yang tidak sejenis jantannyapun setelah selesai berhubungan seks disergap oleh sang betina untuk dimusnahkan.

Adapun lebah, menurut Al-Quran (QS 16:68) memilih pohon tempat tinggalnya, makanannya bunga-bunga, tidak seperti semut menumpuk-numpuk makanan, lebah mengolah makananya menjadi madu Madu nenurut Al-Quran dapat menyembuhkan penyakit. Lebah sangat disiplin mengenal pembagian kerja tidak mengganggu kecuali ada yang mengganggunya.
Sikap hidup manusia, seringkali diibaratkan dengan berbagai jenis binatang, ada yang berbudaya semut… ada yang berbudaya laba-laba… dan ada yang berbudaya lebah.
Manusia berbudaya semut hidupnya menghimpun ilmu, namun tidak mau mengajarkannya kepada orang lain. Hidupnya menghimpun harta, namun tidak mau membagikan sebagian hartanya kepada orang lain, ilmu dan hartanya untuk dirinya sendiri. Manusia berbudaya laba-laba di dalam hidupnya tidak mau perpikir apa-apa yang dipikirnya hanyalah siapa yang akan mereka jadikan mangsa. Manusia berbudaya lebah adalah orang yang selalu dapat memberi manfaat bagi diri dan lingkungannya, ia tidak merusak dan tidak pula menyakitkan tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali bermanfaat.
Dapatkah hidup kita ibarat lebah???? Bukan semut apalagi laba-laba.