02 Desember 2008

Ustadz Harus Ganteng?

 Ada ustadz bagus, mumpuni, sarat ilmu, dilengkapi dengan teknik penyampaian yang memikat. Sayangnya, sang ustadz dianggap memiliki kekurangan, tampangnya tidak menarik alias tidak bisa dibilang tampan. "gesture-nya nggak pas, kurang menjual," ujar seorang produser televisi.

Setelah hunting kesana kemari, mencari informasi dari berbagai sumber, didapatlah seorang ustadz yang diinginkan. Sarat pertama, tampan alias ganteng. Wajah bersih, menarik, good looking, dan yang paling utama; menjual! Sedangkan sarat lainnya, soal kapasitas keilmuan, bobot materi, bahkan integritas kepribadian, bisa jadi nomor sekian.

Materi bisa saja ada yang menuliskan, kepasitas keilmuan bisa sambil jalan, integritas kepribadian bisa dikamuflase dengan wajah rupawan dan keahlian retorika yang memikat. Maka jadilah sosok ustadz atau ustadzah hasil sulapan, yang ditampilkan demi meraup keuntungan melalui mekanisme rating dan selera pasar, sekaligus keinginan pihak sponsor.

Ustadz dan ustadzah ini, karena kegantengannya dan kecantikannya cepat meroket, melesat bak selebritis. Bahkan hampir tidak ada bedanya dengan selebritis, sebab ia pun kerap masuk dalam beragam acara infotainment yang sebelumnya menjadi hegemoni penuh para selebritis kita. Dan lantaran ingin memenuhi selera pasar pula, penampilan sang ustadz dan ustadzah pun dipermak layaknya seorang artis. Pakaiannya jadi trendsetter, banyak para jamaah yang berupaya mengikuti semua gaya dan penampilannya, dari baju gamis, kacamata, jilbab sampai sepatu.

Ustadz dan ustadzah pun jadi bintang iklan, cenderung dimanfaatkan oleh orang-orang yang mencari keuntungan dari popularitas keustadz-annya. Mereka pikir, ustadz dan ustadzah kan punya pengikut, jamaah atau bahkan fans, jadi yang diincar itu bukan ustadznya, tapi yang berada di belakang ustadz itu.

Kemudian, makin terkenallah ustadz dan ustadzah ini, diundang ceramah ke berbagai daerah dan kota seluruh Indonesia, sampai ke luar negeri. Kehadirannya disambut meriah, pakai tepuk tangan agar tambah ramai. Ustadz dielu-elukan, dan orang-orang pun berebut menyentuh tangannya untuk diciumi tidak peduli ustadznya masih muda, sedangkan yang mencium tangan muda itu adalah lelaki tua yang jalannya sudah membungkuk.

Permintaan ceramah pun semakin banyak, sehingga ustadz bisa memilih mana bayaran yang paling besar jika terdapat jadwal yang bentrok. Bahkan pada saatnya, sang ustadz melalui managernya boleh mengajukan tarif tertentu kepada panitia penyelenggara atau tidak jadi sama sekali. Maklum, permintaan tinggi, harga juga bisa ditinggikan.

Gigit jarilah para pengurus masjid di kampung-kampung, di desa-desa dan di berbagai pelosok negeri yang nyata-nyata tidak sanggup menyediakan uang transport dan akomodasi yang memadai saat harus mengundang ustadz kondang ini berceramah di masjidnya. Sebab, kelas ustadz ini memang bukan lagi di masjid-masjid kecil, di kampung-kampung becek, melainkan di masjid besar, dan hotel.

Coba hitung, selain tarif yang mahal, masih harus menyediakan tiket pesawat, akomodasi yang layak sekelas selebritis. Ujung-ujungnya, ustadz kampung lagi yang dipakai, selain bayarannya murah, tidak perlu tiket pesawat, hotel, dan bisa dijemput pakai motor. Meskipun seringkali yang disebut ustadz ‘kampung’ ini kualitasnya boleh jadi lebih bagus dari ustadz kondang dari kota. Baik kualitas materinya, juga integritas kepribadiannya. Sayangnya, jamaah kita sudah silau oleh ketenaran sang ustadz kota.

Ketika seorang teman bertanya, “Ssst… hati-hati bicara seperti itu. Memangnya siapa ustadz yang Anda maksud?”

Belum ada sih, ini hanya kekhawatiran saya saja. Makanya saya sering titip pesan kepada para ustadz-ustadz muda yang ganteng, bobot ilmunya bagus dan integritas kepribadiannya tidak diragukan, “Ustadz, jangan mau ditawarin masuk tv ya, saya khawatir ustadz jadi susah ditemui. Nanti saya kalau mau konsultasi atau tanya soal agama harus lewat manager ustadz…”

Kalau ustadz yang lain, yang kualitasnya keilmuannya sama baiknya, punya integritas kepribadian yang juga menarik, namun secara fisik tak bakal dilirik stasiun televisi, saya cukup tersenyum dengan ungkapannya, “kalau semua ceramah di tv, terus yang ceramah di masjid-masjid kampung siapa?”

Ustadz oh ustadz, nggak harus ganteng kok jadi ustadz. (gaw)

24 November 2008

PERNIKAHAN

Pernikahan adalah menjalin ikatan yang kuat dengan Titik Tolak Perbedaan Karakter,
Memadukan begitu banyak Perbedaan,
Merajut sesuatu yang berbeda menjadi warna-warna indah kehidupan
namun membutuhkan sebuah keberanian
untuk mengambil tanggung jawab,
dan kesiapan untuk berjuang.

Pernikahan menjadikan kita belajar banyak hal,
bahwa ternyata mengenal adalah proses panjang
yang tak pernah lekang dan tak terbatas waktu,
Pernikahan menjadikan seseorang mengevaluasi diri,
bukan hanya untuk sekedar meraih kebahagiaan

Pernikahan adalah Keikhlasan untuk memberi dan melakukan Kebaikan,
mendahului memaafkan hingga tak ada yg Terdzolimi,
krn smua hak telah terpenuhi, menyatu dalam ikatan Cinta…..

Jika surga memiliki banyak pintu dengan banyak kunci pembukanya,
mungkin Pernikahan adalah salah satu kunci utk memasuki gerbangnya….!

Hati adalah Taman tempat kita merenung dari perjalanan panjang
Tempat kita berdialog dengan suara jernih,
tempat kita mendengar suara nurani,

Brng siapa yang selalu berIstighfar,maka Allah akan memberi jalan disetiap Kesulitan,
dan memberikan Rizki dari Arah yang tak disangka2,
Tuhan selalu memberi Pelangi disetiap "badai"
Senyum disetiap "air mata", berkah disetiap "Cobaan"
dan jawaban indah disetiap "Doa"..... amin.... (DR)

18 November 2008

MENYUSUN LANGKAH

"Seringkali langkah - langkah kita dalam kehidupan ini tanpa kontrol sama sekali, hingga tiba - tiba kita dalam posisi sulit yang diakibatkan oleh langkah kita sendiri yang ternyata salah. Kesalahan makan dan minum tanpa sadar telah menabung penyakit, kesalahan telinga, mata, hati, dan mulut telah membuat kita dijauhi oleh-Nya yang akibatnya kita tidak lagi mampu sholat khusyu'.


Kesalahan dalam mengatur waktu membuat banyak kewajiban yang tidak terpenuhi. Semua itu karena langkah - langkah kita yang tidak terkontrol, tak di perhitungkan dan tanpa perencanaan yang matang.

Menyusun langkah adalah sesuatu hal yang wajib, guna menghindari kesalahan langkah yang sangat mungkin terjadi. Mari memperhatikan jenis dan pola makan agar badan sehat, mari memelihara mata, telinga, hati dan mulut, agar bisa mendekat kepada ALLAH SWT serta bisa khusyu' ibadah. kemudian mari kita mengatur waktu dengan tepat, kapan dan berapa lama waktu bekerja, kapan waktu untuk keluarga, kapan waktu untuk bersilaturahim, kapan waktu untuk bermasyarakat, kapan waktu untuk meningkatkan pemahaman Islam (Tsaqofah Islamiyah).

Tanpa menyusun pengaturan langkah demikian, yakinlah raport kehidupan kita pasti ada dan bahkan banyak yang merah.

06 November 2008

MEMULAI DARI SAUDARA

Dalam mengarungi kehidupan ini, kapanpun akan selalu saja ada orang yang kesulitan, akan ada saja orang yang fakir miskin. Apalagi saat ini, di negeri ini dimana para pemimpinnya tidak saling menguatkan tetapi saling menjatuhkan, maka kemiskinan adalah buah yang sangat otomatis semakin banyak. Diantara yang miskin itu bisa jadi adalah saudara kita sendiri.


Jangan pernah berfikir bahwa itu adalah beban, tapi berfikir bahwa itu adalah kesempatan emas. Yaaa...kesempatan emas untuk memperoleh pahala dengan cara membantunya seberapa saja kita mampu. Syukur Alhamdulillah jika kita sanggup memberikan solusi pekerjaan agar berpenghasilan, agar terangkat martabatnya.

Juga jangan pernah mengatakan "enak saja dia". Sebenernya yang enak adalah yang punya kesempatan membantu, karena berkesempatan memperoleh pahala dan itu sama artinya saudara kita yang miskin itu memberi kesempatan pada kita untuk kemudahan memasuki surga.

jadi ternyata kedua-duanya beruntung, kedua-duanya bahagia. Selanjutnya berhati-hatilah dengan perasaan riya dan sombong saat membantu, karena surga tidak pernah menerima penghuni yang sombong dan riya.

Beri saudara kita dengan cara yang paling terhormat, jauh dari rasa menyakitkan.



(Hanieva Kreasi)

19 Oktober 2008

Belajar Seumur Hidup

“Belajar itu suatu kewajiban bagi kaum muslimin dan muslimat, belajar itu mulai dari buaian sampai liang lahat”. Begitu yang sama – sama kita ketahui.

Namun kenyataannya banyak yang berhenti belajar setelah berkeluarga, seolah – olah belajar itu cukup diwaktu sekolah dan dikampus saja. Jika itu yang terjadi maka berarti telah menyalahi ajaran agama (baca : ISLAM).


Pada sisi lain, seringkali orang tua memarahi anak ketika tidak mau belajar, padahal pada saat yang sama kita sebagai orang tua juga tidak belajar, dan itu berarti sebetulnya kita sebagai orang tua juga perlu dimarahi. Jadi mengapa tidak memarahi diri – sendiri dulu sebelum memarahi anak?? Dan juga mengapa tidak menasehati diri sendiri dulu, baru kemudian menasehati anak??

Inilah sebuah kekeliruan yang harus segera mungkin disadari. Kekeliruan bahwasanya kita orang tua dan anak sebetulnya sama – sama punya kewajiban belajar. Perbedaannya, anak kita belajar apa yang dipelajari diatur oleh sekolah atau kampusnya, sedangkan kita mengatur sendiri kapan dan apa yang kita pelajari, tentu sesuai dengan kekurangan serta kebutuhan yang ada. Boleh jadi bacaan Al – Qur’an kita kurang baik, begitupun masalah fiqih belum paham betul, dll. Maka pelajaran itulah yang harus kita pelajari.

Sesungguhnya kita dan anak – anak kita sama – sama wajib belajar.


BELAJAR SEUMUR HIDUP…

13 Oktober 2008

KITA TERNYATA BODOH

Tanpa terasa umur kita terus dan terus bertambah, hingga sekarang sudah sekian puluh tahun. namun waktu demi waktu yang kita lalui rasanya hampa tanpa bobot yang berarti, tanpa pencapaian yang memadai dan tanpa kepastian bahwa akhir hidup kita bahagia di akhirat dengan masuk surga. Ironisnya, jika dihitung dengan jujur malah condong berakhir sengsara di neraka.


Tapi...kenapa sekarang masih tersenyum??? tanpa merasa bersalah, tanpa merasa rugi, dan tanpa merasa takut ke neraka. Itulah sebuah kebodohan yang nyata. Kenyataan ini perlu kita sadari dan mari kita ubah. Terlalu banyak hal - hal keagamaan yang perlu kita ketahui tapi kita tidak tahu, yang perlu kita pahami tapi kita tidak paham. Begitu banyak hal - hal yang perlu kita hafalkan, amalkan, serta da'wahkan.

Oleh sebab itu, selagi masih ada waktu dan kesempatan maka tidakkah cukup cerdas
jika menggunakan waktu untuk belajar mengetahui, belajar memahami, belajar menghafalkan, mengamalkan, serta belajar menda'wahkan.

Kita akui saat ini memang bodoh...tapi kebodohan ini harus kita akhiri dengan
perencanaan dan target - target yang matang. Perencanaan dan Target (PeTa) menuju kebahagiaan didunia dan akhirat.

Demi masa...kita manusia harus beruntung dengan mengerjakan amal - amal shaleh.


"Ya Allah, Diri ini tidak layak ke SURGA-MU...Tapi tidak pula aku sanggup ke NERAKA-MU"



(Haniefa Kreasi)

23 September 2008

SAYA INGIN KAYA

Seseorang beberapa tahun lalu pindah dari rumahnya yg terletak
dikawasan elit ke perkampungan yg relatif sederhana. Tatkala
ditanya kenapa ia pindah, jawabannya saya ingin jadi orang kaya.
Bukankah anda sekarang sudah kaya??, tanyanya lagi.
Tidak !!, sekarang saya miskin jawabnya tegas.


Kemudian dia menerangkan perihal alasannya dgn jelas, antara
lain, "Katanya !", penghasilan saya 30 juta, tapi itu terkecil
dibanding tetangga - tetangga saya. Jadi saya orang termiskin.
Sekarang saya pindah dan tetangga saya penghasilan terbesarnya
cuma 10 juta, maka saya terkaya.

Dulu uang 30 juta serasa pas-pasan karena pengeluarannya juga
sekitar sekian, sehingga saya sulit untuk beramal, sedangkan
sekarang pengeluaran saya 10 juta hingga saya mampu beramal
20 juta dalam sebulan.

Dulu rumah saya seharga 3 milyar, sekarang rumah saya cuma
seharga 500 jt. 2 1/2 milyarnya saya gunakan untuk memodali
para pengusaha kecil dgn tanpa bunga atau bagi hasil sedikitpun,
hanya minta kembali modalnya jika sudah jalan usahanya. Dan
modal uang yg dikembalikan itu saya berikan lagi pada orang
lain yang membutuhkan.

Dengan cara seperti itu saya menjadi orang terkaya padahal
tadinya termiskin. Saya bisa beramal pada tadinya sulit, dan
rumah yg hanya bongkahan batu telah sangat bermanfaat menghidupi
banyak keluarga yg tidak mampu dalam permodalan.

Dulu saya tidak bisa banyak berbuat, sekarang saya bisa berbuat banyak.

ITULAH KEBAHAGIAAN SAYA.....

01 September 2008

Doa ............

Ya Allah...
Seandainya telah Engkau catatkan
dia akan mejadi teman menapaki hidup
Satukanlah hatinya dengan hatiku
Titipkanlah kebahagiaan diantara kami
Agar kemesraan itu abadi
Dan ya Allah... ya Tuhanku yang Maha Mengasihi
Seiringkanlah kami melayari hidup ini
Ke tepian yang sejahtera dan abadi


Tetapi ya Allah...
Seandainya telah Engkau takdirkan...
...Dia bukan milikku
Bawalah ia jauh dari pandanganku
Luputkanlah ia dari ingatanku
Ambillah kebahagiaan ketika dia ada disisiku

Dan peliharalah aku dari kekecewaan
Serta ya Allah ya Tuhanku yang Maha Mengerti...
Berikanlah aku kekuatan
Melontar bayangannya jauh ke dada langit
Hilang bersama senja nan merah
Agarku bisa berbahagia walaupun tanpa bersama dengannya

Dan ya Allah yang tercinta...
Gantikanlah yang telah hilang
Tumbuhkanlah kembali yang telah patah
Walaupun tidak sama dengan dirinya....

Ya Allah ya Tuhanku...
Pasrahkanlah aku dengan takdirMu
Sesungguhnya apa yang telah Engkau takdirkan
Adalah yang terbaik buatku
Karena Engkau Maha Mengetahui
Segala yang terbaik buat hambaMu ini

Ya Allah...
Cukuplah Engkau saja yang menjadi pemeliharaku
Di dunia dan di akhirat
Dengarlah rintihan dari hambaMu yang dhaif ini

Jangan Engkau biarkan aku sendirian
Di dunia ini maupun di akhirat

Menjuruskan aku ke arah kemaksiatan dan kemungkaran
Maka kurniakanlah aku seorang pasangan yang beriman
Supaya aku dan dia dapat membina kesejahteraan hidup
Ke jalan yang Engkau ridhai
Dan kurniakanlah padaku keturunan yang soleh

Amiin... Ya Rabbal 'Alamin

24 Agustus 2008

GHAZWUL FIKRI

Artikel yang cukup bagus...memakai analogi untuk mendeskripsikan (menjelaskan) kondisi umat islam saat ini...

======================================================================================

Seorang guru wanita sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Sang guru berkata, "Saya punya permainan...


Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah "Kapur!", jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah "Penghapus!" Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Sang guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat.

Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, "Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah "Penghapus!", jika saya angkat penghapus, maka katakanlah "Kapur!". Dan dijalankanlah adegan seperti tadi, tentu saja murid-murid kerepotan dan kelabakan, dan sangat sulit untuk merubahnya. Namun lambat laun, mereka bisa beradaptasi dan tidak lagi sulit.

Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.

"Anak-anak, begitulah kita ummat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh-musuh kita memaksakan kepada kita lewat berbagai cara, untuk membalik sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama mungkin akan sulit bagi kita menerima hal tersebut, tapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik nilai."

Pacaran tidak lagi sesuatu yang tabu, selingkuh dan zinah tidak lagi jadi persoalan, pakaian mini menjadi hal yang lumrah, sex before married menjadi suatu hiburan, materialistis dan permisive kini menjadi suatu gaya hidup pilihan, dan lain-lain."

"Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?" tanya Ibu Guru kepada murid-muridnya. "Paham buu..."

"Baik permainan kedua..." begitu Bu Guru melanjutkan. "Bu Guru punya Qur'an, Ibu letakkan di tengah karpet. Nah, sekarang kalian berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur'an yang ada di tengah tanpa menginjak karpet?" Nah, nah, nah. Murid-muridnya berpikir keras. Ada yang punya alternatif dengan tongkat, dan lain-lain.

Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, ia gulung karpetnya, dan ia ambil Qur'annya. Ia memenuhi syarat, tidak menginjak karpet.

"Anak-anak, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya... Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak kalian dengan terang-terangan... Karena tentu kalian akan menolaknya mentah mentah. Preman pun tak akan rela kalau Islam dihina di hadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar.

"Jika seseorang ingin membangun rumah yang kuat, maka dibangunnyalah pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat.Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau membongkar pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, lemari disingkirkan dulu satu
persatu, baru rumah dihancurkan..."

"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghantam terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan mencopot kalian. Mulai dari perangai kalian, cara hidup kalian, model pakaian kalian, dan lain-lain, sehingga meskipun kalian muslim, tapi kalian telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka... Dan itulah yang mereka inginkan."

"Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kalian... Paham anak-anak?"Paham buu!"